
Temuan Komnas HAM: AKBP Fajar Rekam Pencabulan untuk Senang-senang
Temuan Komnas HAM: AKBP Fajar Rekam Pencabulan untuk Senang-senang
Jakarta – Kasus dugaan pencabulan yang menyeret nama perwira menengah Polri, AKBP Fajar, semakin menghebohkan publik. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis hasil penyelidikan yang menyebutkan bahwa sang perwira tidak hanya melakukan pelecehan seksual terhadap korban, tetapi juga merekam perbuatan itu untuk tujuan “senang-senang”.
Temuan ini memperkuat desakan publik agar penegakan hukum terhadap AKBP Fajar dilakukan secara tegas dan transparan, tanpa pandang bulu, serta dijadikan pelajaran agar kasus serupa tidak terulang.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual saat menghadiri acara internal kepolisian di sebuah hotel. Berdasarkan laporan, korban awalnya diundang untuk menghadiri pertemuan resmi, namun situasi berubah ketika AKBP Fajar diduga memaksa korban masuk ke kamar pribadinya.
Komnas HAM kemudian turun tangan melakukan pemeriksaan setelah kasus ini menyedot perhatian publik. Dari hasil investigasi, ditemukan bukti rekaman video yang memperlihatkan aksi pencabulan. Rekaman tersebut diduga diambil oleh pelaku sendiri menggunakan ponsel pribadi.
“Berdasarkan analisis digital forensik, video tersebut diambil secara sengaja. Motifnya tidak lain adalah untuk kepuasan pribadi, bukan untuk tujuan penyelidikan atau dokumentasi resmi,” ujar perwakilan Komnas HAM.
Bukti Rekaman Jadi Sorotan
Temuan rekaman ini memperkuat dugaan adanya kesengajaan dalam aksi pencabulan. Komnas HAM menilai bahwa tindakan merekam perbuatan cabul bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga bentuk pelecehan berlapis karena korban dipermalukan secara digital.
Ahli psikologi forensik yang dilibatkan dalam penyelidikan menyatakan bahwa dampak psikologis terhadap korban bisa jauh lebih berat. Korban bukan hanya mengalami trauma akibat pelecehan fisik, tetapi juga dihantui kekhawatiran bahwa rekaman itu dapat disebarkan atau disalahgunakan.
Desakan Penegakan Hukum
Publik dan organisasi masyarakat sipil mendesak agar kasus ini ditangani secara serius oleh Divisi Propam Polri dan kejaksaan.
“Tidak boleh ada impunitas. Perwira yang melakukan pelanggaran berat harus diproses pidana, bukan hanya sidang etik. Ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri,” tegas perwakilan KontraS.
Komnas HAM juga meminta jaminan perlindungan bagi korban dan saksi agar tidak mengalami intimidasi.
Reaksi Polri
Mabes Polri menyatakan telah menonaktifkan sementara AKBP Fajar dari jabatannya untuk memudahkan proses penyidikan. Kepala Divisi Humas Polri menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan terbuka untuk diawasi publik.
“Polri berkomitmen untuk menegakkan hukum secara objektif. Tidak ada toleransi bagi anggota yang terbukti mencoreng nama baik institusi,” kata Kadiv Humas Polri dalam konferensi pers.
Implikasi Terhadap Reformasi Polri
Kasus ini kembali memunculkan perdebatan tentang pentingnya pengawasan internal yang lebih ketat dalam tubuh kepolisian. LSM dan akademisi menilai bahwa kasus seperti ini merusak citra penegak hukum dan memperburuk kepercayaan masyarakat.
Selain itu, kasus ini menjadi pengingat akan urgensi penerapan mekanisme pencegahan pelecehan seksual di institusi negara, termasuk prosedur pelaporan yang aman bagi korban.
Perlindungan Korban Jadi Prioritas
Komnas Perempuan menegaskan bahwa langkah paling penting saat ini adalah memastikan keselamatan dan pemulihan korban. Pendampingan psikologis, bantuan hukum, serta jaminan kerahasiaan identitas harus diberikan agar korban dapat pulih dan berani bersuara.
“Jangan sampai korban dipaksa berdamai atau diberi tekanan untuk mencabut laporan. Negara harus hadir melindungi,” tegas salah satu komisioner.
Kesimpulan
Temuan Komnas HAM yang menyebut AKBP Fajar merekam pencabulan untuk tujuan pribadi menjadi bukti penting dalam proses hukum. Kasus ini membuka mata publik bahwa pelecehan seksual bisa terjadi di institusi manapun, termasuk di lembaga penegak hukum.
Dengan sorotan publik yang begitu besar, proses penanganan kasus ini akan menjadi ujian integritas bagi Polri. Jika ditangani dengan tegas, kasus ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat mekanisme pencegahan pelecehan seksual dan memastikan keadilan bagi korban.
Kunjungi juga situs terbaru